
5 Fakta Pahit tentang Hidup dengan ADHD
Saat Anda memikirkan ADHD, bagaimana pikiran pertama kali muncul dalam benak Anda? Mungkin seorang anak dengan tingkat energi berlebihan yang susah untuk berkonsentrasi di sekolah? Bisa juga orang yang seringkali mengabaikan pekerjaannya? Atau jangan-jangan gambaran lain seperti individu yang memiliki perubahan suasana hati secara drastis dan tidak bisa dikontrol?
Sebagai orang yang berhidup dengan ADHD, saya dapat menyebutkan bahwa deskripsi tersebut tak seluruhnya keliru, namun cukup menjauhi realita sejatinya. Bila dituntut untuk dijadikan representasi dari ADHD, itulah pandangan yang bakal Anda temui:
Anak tersebut sangat perfektionis saat belajar namun sulit menjaga hidupnya sendiri. Anak itu terpaku pada alam pikirannya sendiri dan membuat ribuan cerita dalam benaknya sebagai cara untuk menyembunyikan ketidakmampuannya. Meskipun tampak ahli di bidang apapun, anak ini memiliki banyak minat tapi secara diam-diam memarahi dirinya sendiri karena kesalahan kecil. Terkadang ia terseret oleh emosi tanpa kontrol akibat tindakan cepat atau kurang teliti serta rentan terhadap gangguan fokus. Ia sering kali diberi nasihat seperti “berhati-hati”, “tetap fokus” dan “jangan buru-buru”. Dia juga cenderung bicara lebih dari batas, bersikap langsung bahkan sampai impulsif. Waktunya kadang dipenuhi tangisan berkepanjangan meski jarang mau menerima bahwa dia sesungguhnya sedih.ADHD bukan sekadar ketidakmampuan untuk fokus atau kelebihan energi. Ini adalah gangguan neurodevelopmental yang memengaruhi berbagai aspek kehidupan emosi, hubungan sosial, dan bahkan cara kita melihat diri sendiri. Berikut adalah lima kebenaran menyakitkan yang jarang diceritakan oleh orang dengan ADHD:
1. Perasaan bersalah dan malu yang sangat mendalam
Orang dengan ADHD kerap kali merasa sebagai orang yang kurang berhasil. Hal ini bukan disebabkan oleh kekurangan kemampuan mereka, melainkan dikarenakan mereka secara konstan dihadapkan pada pandangan bahwa mereka 'kekurangan' dalam banyak aspek. Sebagaimana ditunjukkan studi Brown tahun 2005, penderita ADHD cenderung mengalami fenomena rejection sensitive dysphoria—yaitu rasa sakit batin yang intens akibat adanya kritik dan penolakan. Terkadang aku juga merasa sungguh bersalah saat lupa akan suatu hal penting ataupun tak mampu menahan diri untuk bertindak atas dorongan spontanku sendiri.
2. Tantangan dalam Menyusun Kehidupan Pribadi
ADHD biasanya diasosiasikan dengan anak-anak yang berjuangan dengan pelajaran. Akan tetapi, realitanya mencakup hal lain juga. Dewasa ini, orang-orang dengan ADHD mungkin berhasil dalam studi namun mereka dapat mengalami masalah saat membangun rutinitas harian. Menurut Barkley (2010), keterampilan pengaturan diri untuk membentuk strategi, merancang skema, serta manajemen waktu kerap bermasalah bagi penderita ADHD. Untukku sendiri, menyusun agenda dan melaksanakan pekerjaan sehari-hari mirip pertempuran tanpa henti.
3. Kehilangan Energi Jiwa yang Berkepanjangan
ADHD bukan hanya tentang hyperactivity, tetapi juga tentang kelelahan. Otak kami terus-menerus bekerja, berpindah dari satu hal ke hal lain tanpa henti. Penelitian dari Kooij et al. (2019) menunjukkan bahwa individu dengan ADHD lebih rentan mengalami kelelahan mental dan emosional dibandingkan mereka yang tidak memiliki ADHD. Saya sering merasa seperti menjalani hidup dalam mode "overdrive" tanpa tombol berhenti.
4. Kecenderungan untuk Merasakan Emosi dengan Intensitas Tinggi
ADHD bukan hanya tentang gangguan perhatian, tetapi juga tentang bagaimana kami merasakan emosi dengan intensitas yang lebih tinggi. Emotional dysregulation adalah salah satu gejala ADHD yang sering diabaikan. Saya bisa merasa sangat bahagia dalam satu detik, lalu tiba-tiba terpuruk karena hal kecil. Ini bukan drama atau berlebihan ini adalah bagaimana otak saya merespons dunia.
5. Ketakutan Akan Penolakan
Salah satu aspek tersulit dalam hidup dengan ADHD adalah rasa takut ditinggalkan atau tidak cukup baik. Karena sering dianggap "berbeda", banyak orang dengan ADHD tumbuh dengan rasa tidak percaya diri. Saya sendiri pernah merasa bahwa saya harus "berusaha lebih keras" hanya untuk diterima, meskipun saya tahu itu tidak selalu mungkin.
ADHD bukanlah kelemahan, tetapi cara berpikir yang berbeda. Kami mungkin tidak selalu bisa mengikuti standar yang ditetapkan oleh dunia, tetapi kami memiliki cara unik dalam melihat dan memahami kehidupan.
Jadi, jika Anda mengenal seseorang dengan ADHD, jangan hanya melihat sisi sulitnya. Lihat juga kekuatan, kreativitas, dan semangat mereka yang luar biasa.
"ADHD bukan tentang kekurangan. Ini tentang keunikan. Dunia membutuhkan orang-orang yang berpikir dengan cara berbeda." - Imam Setiawan
0 komentar:
Posting Komentar
alangkah baiknya diisi karena tulisan anda akan memberi semangat saya