Oleh: Entang Sastraatmadja - Ketua Dewan Penasihat DPD HKTI Jawa Barat
Pada suatu perbincangan pendek yang terjadi di kalangan analis ketahanan pangan dalam satu kedai kopi, timbullah pertanyaan tentang kemungkinan Perum Bulog akan mengalami kendala karena adanya keputusan untuk membeli hasil panen padi dari petani tanpa menggunakan tabel rafaksi.
Mempertimbangkan untuk melepaskan para petani menjual beras kering hasil panen tanpa membatasi tingkat kelembaban atau persyaratan tentang jumlah kosong mungkin bisa menyebabkan tantangan di kemudian hari, terutama apabila petani belum bersiap dengan adanya aturan tersebut.

Ketentuan tersebut dijabarkan melalui Surat Keputusan Lembaga Pangan Nasional Nomor 14/2025. Berdasarkan regulasi ini, para petani berhak menjual beras kering dengan tarif Harga Pokok Penjualan sebesar Rp 6.500,- per kilogram tanpa terikat pada batasan persyaratan kelembaban tidak lebih dari 25% atau tingkat kosong tidak melewati angka 10%.
Seberapa pun banyak air atau gaban kosong yang ada, Bulog tetap diwajibkan untuk membeli dengan harga Harga Pokok Produksi (HPP). Ini berarti bahwa bahkan jika padi belum kering sepenuhnya, Bulog harus menerimanya. Namun, pertanyaan utamanya adalah: Mengapa keputusan seperti itu dibuat tanpa adanya sosialisasi sebelumnya?
Lebih baik jika pemerintah menginformasikan kebijakan tersebut lebih dini supaya para petani dapat mempersiapkannya. Sistem Harga Gabah Tunggal (SHG) sebetulnya memiliki berbagai manfaat untuk kalangan pertanian.
Pertama, stabilitas harga beras memberikan kesempatan bagi para petani untuk meramalkan penghasilan mereka secara efektif. Kedua, upah yang diterima oleh para petani naik seiring dengan peningkatan dan kelangsungan harga tersebut. Ketiga, Kelompok Simpan Pinjam (SHG) membantu dalam menekan potensi rugi disebabkan perubahan harga yang tidak terduga. Keempat, aturan ini mendorong adanya keseimbangan diantara hargai petani, pedagang, serta pembeli atau konsumen.
Kelima, para petani dapat menghemat biaya produksi dengan menghilangkan kebutuhan untuk pengeringan beras atau pembuangan dedaunan. Keenam, prioritas petani bisa difokuskan pada peningkatkan mutu beras. Ketujuh, SHG membantu meredakan fluktuasi harga serta melawan tekanan tengkulak yang biasanya menurunkan nilai jual karena harga pokok telah diatur oleh pemerintah.
Namun, kebijakan ini juga memiliki kelemahan. Petani kehilangan kebebasan menjual gabah ke pihak lain dan tidak bisa menentukan harga sendiri. Selain itu, administrasi SHG membutuhkan biaya lebih besar.
Masalah
Untuk Bulog, membeli padi mentah tanpa menggunakan tabel refaksi dapat menyebabkan tantangan. Tanpa batasan terkait tingkat kelembaban dan kerucut, proses penimbunan dalam gudang cenderung menghadapi beberapa kesulitan. Meskipun demikian, bahkan ketika ada standar yang ditetapkan, permasalahan tersebut tetap saja sering timbul.
Membeli gabah tanpa syarat kadar air dan kadar hampa serta wajib menyerapnya dapat menyulitkan Bulog dalam pengelolaan stok, terutama jika gabah yang diterima termasuk "gabah basah."
Mencegah kegagalan dalam penyimpanan sangat krusial, terlebih lagi karena beras yang ditampung nantinya akan jadi stok makanan nasional. Kejadian beras berkutu di gudang Bulog Yogyakarta membuktikan hal tersebut dapat mengundang sorotan publik, apalagi kalau diketemukan oleh seorang anggota DPR.
Agar Bulog tidak mengalami kesulitan menyimpan gabah basah, perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
- Pengeringan. Bulog harus mengeringkan gabah basah untuk mengurangi kadar airnya, baik dengan mesin pengering maupun penjemuran.
- Pembersihan. Bulog perlu membersihkan gabah dari kotoran, hampa, dan benda asing lainnya.
- Penyimpanan. Gabah yang telah dikeringkan dan dibersihkan harus disimpan di gudang yang kering dan terlindung dari sinar matahari langsung.
- Bulog perlu melaksanakan pemantauan secara rutin untuk memastikan mutu beras selalu terjaga.
- Penerapan teknologi. Teknologi terkini untuk proses pengeringan serta penyimpanan perlu dilaksanakan supaya mutu gabah dapat dipertahankan dan langsung disiapkan menjadi beras.
Mengikuti tahapan-tahapan tersebut, Bulog bisa menjamin bahwa beras yang ditampung akan selalu terjaga kualitasnya dan langsung dapat diproses. ***
Disclaimer : Kolom adalah komitmen Pikiran Rakyat menyampaikan pandangan mengenai berbagai topik. Naskah ini tidak merupakan hasil jurnalisme, tetapi pendapat pribadi dari sang pengarang.
0 komentar:
Posting Komentar
alangkah baiknya diisi karena tulisan anda akan memberi semangat saya