Amoeblog Presiden AS Donald Trump berencana untuk mengungkapkan keputusan tariff tertinggi sepanjang pemerintahannya.
Walaupun detail dari peraturan tersebut masih kabur, diyakin oleh sebagian orang bahwa beberapa negara kemungkinan akan mengalami pengaruh yang lebih signifikan daripada yang lain.
Menurut laporan dari CNBC, Trump menggambarkan tarif terbaru tersebut sebagai "tarif pembalasan", yang bakal ditetapkan untuk negara-negara yang memberlakukan bea masuk tinggi bagi barang-barang Amerika Serikat atau menerapkan kebijakan dagang yang dinilai tak seimbang.
Pengumumannya akan disampaikan pada hari Rabu (2/4/2025), suatu tanggal yang dia anggap sebagai "hari kemerdekaan" untuk Amerika Serikat.
Meskipun demikian, berbagai elemen dari keputusan tersebut masih membingungkan, seperti kumpulan negara-negara yang terpengaruh, metode perhitungan biaya, dan siapa saja yang mungkin mengalami akibat paling serius.
Siapakah Yang Bakal Merasakan Efeknya?
Trump menjelaskan bahwa kebijakan tariff tersebut merupakan bagian dari upaya memperbaiki kembali perdagangan Amerika Serikat dengan global.
Namun, sejumlah petinggi pemerintahan menunjukkan adanya konsentrasi yang lebih tajam pada negeri-negeri tertentu.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, dalam wawancara dengan Fox Business pada 18 Maret, menyebut adanya "Dirty 15"—sekelompok negara yang memiliki tarif tinggi dan hambatan perdagangan lain terhadap produk AS.
Namun, ia tidak merinci daftar negara tersebut.
Direktur Dewan Ekonomi Nasional AS, Kevin Hassett, dalam wawancara terpisah mengatakan pemerintah sedang mengawasi 10 hingga 15 negara yang menyumbang "seluruh defisit perdagangan triliun dolar AS".
Ia juga tidak mengungkap nama negara-negara tersebut.
Berdasarkan data Departemen Perdagangan AS tahun 2024, negara-negara dengan defisit perdagangan barang tertinggi dengan AS adalah:
- China
- Uni Eropa
- Meksiko
- Vietnam
- Irlandia
- Jerman
- Taiwan
- Jepang
- Korea Selatan
- Kanada
- India
- Thailand
- Italia
- Swiss
- Malaysia
- Indonesia
- Prancis
- Austria
- Swedia
Pada saat yang sama, Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat mengidentifikasi 21 negara sebagai bagian dari daftar "minat khusus" mereka.
Beberapa negara ini adalah bagian dari Grup 20 (G20), dan juga terdiri atas berbagai negara yang memiliki kekurangan dalam neraca perdagangannya dengan Amerika Serikat. Rincian tersebut meliputi:
- Argentina
- Australia
- Brasil
- Kanada
- China
- Uni Eropa
- India
- Jepang
- Korea Selatan
- Malaysia
- Meksiko
- Rusia
- Arab Saudi
- Afrika Selatan
- Swiss
- Taiwan
- Thailand
- Turki
- Inggris
- Vietnam
Hingga kini, Gedung Putih belum memberikan pernyataan resmi terkait rincian tarif baru maupun daftar "Dirty 15".
Ketidakpastian Kebijakan
Trump menambah kebingungan soal tarif ini dalam pernyataannya pada Minggu lalu. Ia menyebut kebijakan ini tidak hanya menyasar 10 atau 15 negara, melainkan "semua negara" tanpa batasan.
Trump berulang kali menyatakan bahwa defisit perdagangan AS terjadi karena mitra dagang "mengambil keuntungan" dari AS.
Namun, banyak ekonom berpendapat bahwa defisit perdagangan tidak selalu buruk, melainkan cerminan dari tingginya permintaan domestik terhadap barang yang lebih murah dari luar negeri.
Kebijakan Tarif Trump Sebelumnya
Tarif baru ini akan menambah daftar panjang kebijakan perdagangan Trump yang telah diterapkan, termasuk:
- Tarif menyeluruh terhadap produk dari China
- Tarif tinggi terhadap produk Kanada dan Meksiko yang dianggap tidak sesuai dengan perjanjian perdagangan trilateral
- Biaya untuk mengimpor baja dan aluminium
- Biaya untuk kendaraan luar negeri serta komponen penting spare part
Di samping itu, Trump pun sedang memikirkan opsi untuk menambah bea jual pada berbagai bidang industri, salah satunya adalah sektor farmasi.
Kebijakan ini bisa menimbulkan respon kuat dari negeri-negeri partner perdagangan, sehingga mungkin memperparah tensi di kancah perdagangan dunia.






0 komentar:
Posting Komentar
alangkah baiknya diisi karena tulisan anda akan memberi semangat saya